Posted by : Unknown
Jumat, 01 Maret 2013
Selama sekian pekan bahkan dalam hitungan bulan, koran-koran Inggris dan AS terus menurunkan cerita Titanic. McTaggart mengatakan, yang paling banyak dibaca masyarakat adalah suasana 2 jam 40 menit setelah tabrakan atau sebelum kapal tenggelam.
“Pada periode itulah dunia disajikan kisah-kisah mengharukan,” tulis McTaggart di Yorkshire Evening Post. Isidor Strauss, misalnya, berulang kali memaksa Ida—istri tercinta nya—men aiki sekoci setelah mendengar penjelasan petugas bahwa anakanak dan wanita adalah prioritas. Ida menolak meninggalkan suami nya.“Hi dup dan mati, kami selalu bersama,” ujar Ida saat itu.
Isodor meyakini Ida untuk naik sekoci lebih dulu, dan dirinya belakangan. Ida akhirnya menyerah. Ia menaiki sekoci, tak lama kemudian kapal tenggelam dengan sang suami masih di geladak.
Benjamin Guggenheim dan Victor Giglio, pelayannya, mengenakan pakaian terbaik ketika keluar dari ruangan. Keduanya tahu akan menghadapi kematian dan menghadapinya dengan sangat berani.
Bob Ballard, penjelajah yang menemukan puing-puing Titanic, mengatakan, “Yang menarik dari Titanic adalah kisah kemanusiaannya.” Seorang bocah yang belum ber usia 18 tahun, misalnya, mena warkan tempatnya di sekoci kepada wanita dan anak-anak, seraya berkata, “Saya ingin menjadi laki-laki dengan bertahan di kapal bersama yang lain.” Ia tewas.
Tindakan paling heroik diperlihatkan Wallace Hartley—penduduk Dewsbury yang memimpin kelompok musik di kapal itu. Bersama rekanrekannya, Hartley memainkan lagu berjudul Nearer, My God To Thee saat kapal mulai tenggelam. Seorang penumpang yang berada di dek yang terus menikmati alunan musim itu seraya mengisap cerutu juga tewas.
David Savage, pakar ekonomi dari Queensland University, mempe lajari testimoni semua korban se la mat Titanic. Ia membandingkan perilaku penumpang Titanic dengan penumpang Lusitania saat tenggelam. Savage berkesimpulan, tidak ada ke panikan di Titanic. Yang ada ada lah perilaku teratur, tindakan berani, dan berani berkorban. Di Lusitania, semua orang panik dan mementingkan diri sendiri.
“Mungkin penyebabnya adalah Titanic memiliki waktu 2 jam 40 menit sebelum tenggelam. Lusitania tenggelam dalam 55 menit setelah ditorpedo Jerman,” kata Savage. Di Titanic, masih menurut Sava ge, tatanan sosial berlaku. Semua pe numpang, dari kelas masyarakat manapun, mematuhinya. Salah satunya Isodor Strauss. Di Lusitania, insting purba manusia yang bekerja.
Ada 100 wanita, yang semuanya menjadi janda, di sekoci ketika suami mereka menghadapi kematian de ngan gagah. Ada puluhan anak-anak di sekoci, yang kemudian menjadi yatim. “Kini, seratus tahun setelah bencana Titanic, peraturan wanita dan anak-anak diselamatkan lebih dulu masih berlaku,” kata Savage. “Namun, masih adakah para lelaki yang berani mengorbankan diri untuk mereka.
“Pada periode itulah dunia disajikan kisah-kisah mengharukan,” tulis McTaggart di Yorkshire Evening Post. Isidor Strauss, misalnya, berulang kali memaksa Ida—istri tercinta nya—men aiki sekoci setelah mendengar penjelasan petugas bahwa anakanak dan wanita adalah prioritas. Ida menolak meninggalkan suami nya.“Hi dup dan mati, kami selalu bersama,” ujar Ida saat itu.
Isodor meyakini Ida untuk naik sekoci lebih dulu, dan dirinya belakangan. Ida akhirnya menyerah. Ia menaiki sekoci, tak lama kemudian kapal tenggelam dengan sang suami masih di geladak.
Benjamin Guggenheim dan Victor Giglio, pelayannya, mengenakan pakaian terbaik ketika keluar dari ruangan. Keduanya tahu akan menghadapi kematian dan menghadapinya dengan sangat berani.
Bob Ballard, penjelajah yang menemukan puing-puing Titanic, mengatakan, “Yang menarik dari Titanic adalah kisah kemanusiaannya.” Seorang bocah yang belum ber usia 18 tahun, misalnya, mena warkan tempatnya di sekoci kepada wanita dan anak-anak, seraya berkata, “Saya ingin menjadi laki-laki dengan bertahan di kapal bersama yang lain.” Ia tewas.
Tindakan paling heroik diperlihatkan Wallace Hartley—penduduk Dewsbury yang memimpin kelompok musik di kapal itu. Bersama rekanrekannya, Hartley memainkan lagu berjudul Nearer, My God To Thee saat kapal mulai tenggelam. Seorang penumpang yang berada di dek yang terus menikmati alunan musim itu seraya mengisap cerutu juga tewas.
David Savage, pakar ekonomi dari Queensland University, mempe lajari testimoni semua korban se la mat Titanic. Ia membandingkan perilaku penumpang Titanic dengan penumpang Lusitania saat tenggelam. Savage berkesimpulan, tidak ada ke panikan di Titanic. Yang ada ada lah perilaku teratur, tindakan berani, dan berani berkorban. Di Lusitania, semua orang panik dan mementingkan diri sendiri.
“Mungkin penyebabnya adalah Titanic memiliki waktu 2 jam 40 menit sebelum tenggelam. Lusitania tenggelam dalam 55 menit setelah ditorpedo Jerman,” kata Savage. Di Titanic, masih menurut Sava ge, tatanan sosial berlaku. Semua pe numpang, dari kelas masyarakat manapun, mematuhinya. Salah satunya Isodor Strauss. Di Lusitania, insting purba manusia yang bekerja.
Ada 100 wanita, yang semuanya menjadi janda, di sekoci ketika suami mereka menghadapi kematian de ngan gagah. Ada puluhan anak-anak di sekoci, yang kemudian menjadi yatim. “Kini, seratus tahun setelah bencana Titanic, peraturan wanita dan anak-anak diselamatkan lebih dulu masih berlaku,” kata Savage. “Namun, masih adakah para lelaki yang berani mengorbankan diri untuk mereka.